TEORI SOSIO KULTURAL
Teori
sosiokultural atau kognitif sosial menekankan bagaimana seorang anak atau
pembelajar menyertakan kebudayaan ke dalam penalaran, interaksi sosial, dan
pemahaman diri mereka. Santrock (2009:323) mengemukakan bahwa dalam teori
kognitif sosial (social cognitive theory) yang berperan penting dalam
pembelajaran ialah faktor sosial, kognitif, serta perilaku anak. Teori sosio cultural
ini dilahirkan dari dua tokoh yaitu
1. Piaget
Piaget
berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya
pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial
yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama
terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan
lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).
Pendekatan
kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian
berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya.
Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan
implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan
idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan
budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai denga tuntutan
revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.
2. Vygotsky
Kondisi sosial
sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan
keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun
keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan
dimensi sosial yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif
atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan
pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan social
yang aktif pula.
Menurut Vygotsky
perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui kolaborasi antar
anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya. Perkembangan anak
terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan
berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran
sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa
mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya. Banyak ahli psikologi
perkembangan yang sepaham denga konsep yang diajukan Vygotsky. Teorinya yang
menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak
terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa
proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran
melibatkan pembelajaran dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya.
Selain itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan
bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Ada
tiga konsep penting teori sosio cultural, yaitu :
1. Hukum
genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut. Internalisasi yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tak sekedar berupa transfer atau pengalihan.
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut. Internalisasi yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tak sekedar berupa transfer atau pengalihan.
2. Zona
perkembangan proksimal (zone of proximal
development)
Menurut
Vygotsky, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkat
yaitu perkembangan actual dan perkembangan potensial. Perkembangan actual tampak
dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah
secara mandiri. Ini disebut kemampuan intramental, sedangkan kemampuan
potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas dan
memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang tua atau berkolaborasi dengan
teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut kemampuan intermental. Jarak diantara
perkembangan potensial dan perkembangan actual disebut zona perkembanagn
proksimal. Ibarat sebuah embrio, kuncup bunga yang belum menjadi buah. Tunas tersebut
dapat matang dengan adanya interaksi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
Gagasan
Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori
belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan
perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat adalah
bahwa perkembangan dan belajar bersifat context dependent atau tidak dapat
dipisahkan dari konteks social, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar
adalah partisipasi dalam kegiatan social.
3. Mediasi
Menurut
Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi
dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa,
tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu:
(1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
(1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Pengaruh sosio-kultural pada
perkembangan Kognisi
·
Pengaruh sosial pada perkembangan kognisi
Menurut Vygotsky, anak adalah seorang eksplorer yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi, sangat aktif dalam pembelajaran, selalu ingin menemukan sendiri, dan mengembangkan pemahaman baru. Namun demikian Vygostky lebih menekankan pada kontribusi sosial dalam proses perkembangan dan tidak melihat peranan besar dalam penemuan sendiri. Perkembangan pertama dalam lingkup sosial muncul dalam individu sebagai kategori interpsikological dan kemudian pada anak sebagai kategori intrapsikologikal. Contohnya adalah voluntary attention (perhatian otomatis), logical memory (memori logis), pembentukan konsep, dan perkembangan kemampuan memilih.
Menurut Vygotsky, anak adalah seorang eksplorer yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi, sangat aktif dalam pembelajaran, selalu ingin menemukan sendiri, dan mengembangkan pemahaman baru. Namun demikian Vygostky lebih menekankan pada kontribusi sosial dalam proses perkembangan dan tidak melihat peranan besar dalam penemuan sendiri. Perkembangan pertama dalam lingkup sosial muncul dalam individu sebagai kategori interpsikological dan kemudian pada anak sebagai kategori intrapsikologikal. Contohnya adalah voluntary attention (perhatian otomatis), logical memory (memori logis), pembentukan konsep, dan perkembangan kemampuan memilih.
Vygostky berpendapat bahwa,
pembelajaran pada anak terjadi melalui interaksi sosial dengan tutor yang lebih
berpengalaman, Tutor ini menjadi model dalam berperilaku atau menyediakan
instruksi verbal untuk anak. Model inilah yang disebut dengan dialog kooperatif
atau kolaboratif. Anak mencari pemahaman perilaku atau instruksi dari tutor,
menginternalisasi informasi dan menggunakannya untuk memformulasikan perilaku
mereka.
·
Pengaruh Budaya pada perkembangan kognisi
Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan harus dilihat dari perspektif 4 tahap yang saling berhubungan dalam interaksi anak dengan lingkungan:
1) Perkembangan Ontogenic, adalah perkembangan individu sepanjang hayat, digunakan oleh hampir semua ahli psikologi dalam menganalisa perkembangan manusia.
2) Perkembangan Microgenic, mengacu pada perubahan yang terjadi pada waktu yang relatif singkat, misalnya perubahan yang dapat dilihat pada saat anak memecahkan masalah penjumlahan pada setiap minggunya selama 11 minggu (Siegler & Jenkins, 1989).
3) Perkembangan Phylogenic adalah perubahan yang berskala evolusi, diukur dalam ribuan dan bahkan jutaan tahun. Vygostsky sendiri berpendapat bahwa untuk pemahaman sejarah spesies dapat memberikan masukan pada perkembangan anak.
4) Perkembangan Sociohistorical, mengacu pada perubahan yang terjadi pada budaya, kepercayaan, norma, dan teknologi.
Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan harus dilihat dari perspektif 4 tahap yang saling berhubungan dalam interaksi anak dengan lingkungan:
1) Perkembangan Ontogenic, adalah perkembangan individu sepanjang hayat, digunakan oleh hampir semua ahli psikologi dalam menganalisa perkembangan manusia.
2) Perkembangan Microgenic, mengacu pada perubahan yang terjadi pada waktu yang relatif singkat, misalnya perubahan yang dapat dilihat pada saat anak memecahkan masalah penjumlahan pada setiap minggunya selama 11 minggu (Siegler & Jenkins, 1989).
3) Perkembangan Phylogenic adalah perubahan yang berskala evolusi, diukur dalam ribuan dan bahkan jutaan tahun. Vygostsky sendiri berpendapat bahwa untuk pemahaman sejarah spesies dapat memberikan masukan pada perkembangan anak.
4) Perkembangan Sociohistorical, mengacu pada perubahan yang terjadi pada budaya, kepercayaan, norma, dan teknologi.
Disini Vygotsky menekankan
bagaimana seseorang berkembang dalam lingkungan yang berubah. Dengan berfokus
pada individu atau pun pada lingkungan tidak cukup untuk menjelaskan mengenai
perkembangan seseorang. Untuk itu perkembangan sebaiknya dipelajari dari
konteks sosial dan budaya.
Refleksi
Menurut Piaget, belajar ditentukan oleh individu sendiri, sedangkan lingkungan hanya sebagai faktor sekunder. keaktifan siswa dikelas menjadi penentu kesuksesan belajar siswa. sedangkan menurut Vygotsky menerangkan bahwa peningkatan fungsi mental bukan berasal dari individu tetapi peran sosial juga berpengaruh. dalam membentuk suatu pengetahuan diperlukan adanya konstruktivis dan adanya kolaborasi. kolaborasi dalam hal ini termasuk Tools atau alat yang digunakan untuk menunjang pengetahuan tersebut. Tools merupakan suatu alat pembelajaran bukan merupakan metode, seperti Powerpoint, observasi, dan tes.
Refleksi
Menurut Piaget, belajar ditentukan oleh individu sendiri, sedangkan lingkungan hanya sebagai faktor sekunder. keaktifan siswa dikelas menjadi penentu kesuksesan belajar siswa. sedangkan menurut Vygotsky menerangkan bahwa peningkatan fungsi mental bukan berasal dari individu tetapi peran sosial juga berpengaruh. dalam membentuk suatu pengetahuan diperlukan adanya konstruktivis dan adanya kolaborasi. kolaborasi dalam hal ini termasuk Tools atau alat yang digunakan untuk menunjang pengetahuan tersebut. Tools merupakan suatu alat pembelajaran bukan merupakan metode, seperti Powerpoint, observasi, dan tes.
Komentar
Posting Komentar