TEORI KOGNITIF DAN PENERAPAN DALAM PEMBELAJARAN

TEORI KOGNITIF DAN PENERAPAN DALAM PEMBELAJARAN
Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan untuk menyiapkan masa depan bangsa kepada generasi muda. Peningkatan mutu pendidikan sangat dibutuhkan agar masyarakat semakin memahami pentingnya Ilmu Pengetahuan dalam menghadapi tantangan dunia. Pembelajaran tidak hanya didapatkan hanya didalam kelas saja, melainkan dapat diperoleh di luar kelas atau ruangan. Belajar adalah suatu proses seseorang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap (Gredler, 1991). Belajar merupakan hal yang penting dalam kehidupan karena dengan belajar kita bisa mendapat ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat. Belajar dapat dimulai sejak kecil hingga dewasa. Bahkan menurut Kholidah (2012) menuntut ilmu dimulai dari dalam perut ibu hingga sampai liang lahat.
Menurut Degeng (1989;1990) pembelajaran didefinisikan sebagai upaya membelajarkan siswa, dimana dalam pembelajaran ini terdapat metode dan strategi yang optimal  untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Hasil pembelajaran yang baik tentunya akan membawa dampak yang baik pula bagi siswa tersebut. pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai model pembelajaran yang bisa menarik minat siswa mengenai mateeri teersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Corebima (1999) yang menyatakan bahwa implementasi proses pembelajaran di kelas perlu diterapkan model pembelajaran  yang membuat siswa aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dapat tercapai. Meskipun demikian, hingga saat ini pemberdayaan penalaran siswa dalam pembclajaran  masih rendah.
Pembelajaran yang ada pada kenyataannya dalam pelaksanaan proses pembelajaran maupun evaluasinya terbukti belum optimal dalam pelaksanaannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya aspek penalaran tidak pcrnah dikelola secara langsung, terencana atau terprogram, sehingga hal ini pun juga berdampak kepada para siswa yang artinya siswa tidak bisa beerpikir kritis. Akhirnya siswa tersebut menjadi malas dalam pembeelajaran. Riset dan eksperimen psikologi pendidikan membuktikan bahwa dengan diarahkannya siswa pada pemahaman yang lebih baik maka akan tercapainya pe­mahaman yang lebih luas dan mendalam. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan berubahlah, manu­sia secara bebas dapat mengeksplorasi, me­milih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Edward Thorn­dike (1993) memprediksikan, “jika ke­mampuan bela­jar umat manusia dikurangi setengahnya saja maka peradaban yang ada sekarang tak akan ada gunanya bagi generasi mendatang, bahkan mungkin peradaban itu sendiri akan lenyap di­telan zaman”  (Chaplin, 1972).
Teori Kognitif berasal dari kata Cognition” yang padanannya “Knowing”, berarti menge­tahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan dan penggunaan penge­tahuan (Neissser, 1976).  Sedangakan secara meneyeluruh Istilah cognitive of theory learning” yaitu suatu bentuk teori belajar yang berpandangan bahwa belajar adalah merupakan proses pemusatan pikiran (kegiatan mental) (Slavin (1994).  Teori kognitif ini mengajarkan bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang sangat potensial sehingga potensi bisa diketahui dengan cara dilatih. Dalam proses belajar dan pembelajaran yang terpenting adalah proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Teori Kognitif dibagi menjadi sebagai berikut :
1.      Teori  Belajar Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif me­rupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistim syaraf. Dengan semakin ber­tambahnya usia sesesorang maka semakin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Semakin banyak pengalaman yang didapatkan, maka pengetahuanpun semakin luas. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud. Guru harus memahami cara belajar yang baik untuk siswa, sehingga antara guru dengan siswa dapat terjadi interaksi yang membangun minat belajar siswa. Hal ini juga didukung oleh Makka (2013) yang berpendapat bahwa anak dapat membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada beberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai informasi. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a.              Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah. 
b.      Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c.       Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d.      Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
2.      Teori Kognitif Jerome S. Bruner
Menurut Jeerome S. Bruner berpendapat bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir,  dan pencipta informasi  (Dahar, 1988). Bruner ini menekankan pada pengaruh kebudayaan dan berbanding terbalik dengan Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif berpengaruh pada perkembangan bahasa seseorang, sedangkan Bruner menyata­kan bahwa perkembangan bahasa besar pe­nga­ruh­nya ter­hadap perkembangan kognisi. Bruner melihat perkembangan kognisi seseorang menjadi 3 tahapan diantaranya
a)    Tahap pertama adalah tahap en-aktif, di mana indi­vidu melakukan aktivitas-aktivitas untuk me­mahami lingkungannya.
b)   Tahap kedua adalah tahap ikonik di mana ia melihat dunia atau lingkungannya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal.
c)    Tahap terakhir adalah tahap simbolik, di mana ia mempunyai gagasan secara abstrak yang banyak di­pengaruhi bahasa dan logika; komunikasi di­lakukan dengan bantuan sistem simbol.

3.      Teori belajar menurut Ausubel
Menurut Ausubel seharusnya materi yang dipelajari siswa dihubungkan dengan pengetahuan yang diketahui oleh siswa. Teori ini memusatkan perhatian pada konsep bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif siswa. Proses belajar akan berjalan baik jika materi yang disampaikan beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.

Refleksi
Teori kognitif lebih menekankan pada aspek mental atau kejiwaan, maksudnya yaitu teori yang kebih menekankan atau memperhatikan proses belajar daripada hasil belajar. Berbeda dengan teori behavioristik yang lebih melihat hasil atau perubahan dari siswa tersebut dan memicu kontroversi dari teori behavioristik tersebut.
Banyak para ahli berpendapat mengenai teori ini salah satunya adalah Gestalt yang membagi teori kognitif menjadi 5 yaitu :
1.      Insight, artinya pengalaman tilikan atau kemampuan untuk mengetahui
2.      Meaningful, artinya belajar yang berkaitan dengan fenomena disekitar
3.      Purposing behavior
4.      Life space, artinya prinsip ruang hidup
5.      Transfer, artinya menghubungkan pengetahuan dengan yang akan kita pelajari (masalah yang akan datang).
Menurut Ausubel, belajar sama dengan pengaturan kemajuan atau Advance organizer yang mana akan memudahkan siswa dalam belajar dengan menggunakan template atau peta konsep. Dengan penggunaan peta konsep maka siswa akan lebih mudah memahami karena peta konsep berupa gambaran dengan penjelasan singkat dan mudah dipahami.

Gaya belajar setiap siswa berbeda-beda. tetapi ada hal yang perlu diperhatikan bahwa pembelajaran merupakan proses yang mana bukanlah hasil saja yang diutamakan tetapi proses belajar juga perlu diperhatikan. dalam memahami suatu materi dalam belajar bukan dengan cara menghafal tetapi dengan memaknai. Dengan memaknai sesuatu maka siswa akan lebih paham dan akan tersimpan pada long term memory. Keberhasilan belajar dapat dilihat dari kemampuan siswa, sehingga teori kognitif ini lebih diutamakan daripada teori sebelumnya (behavioristik). Pada tahun 1950-an teori kognitif mulai berkembang dengan adanya cara berpikir kritis. 






Komentar

Posting Komentar