TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
Konstruktivisme merupakan salah satu
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan
(konstruksi) siswa itu sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi (bangunan
atau bentukan) kognitif melalui seseorang dengan membuat struktur , kategori,
skema, atau peta konsep untuk membentuk pengetahuannya. Menurut landasan
berpikir filosofi, pengetahuan seseorang dibentuk secara bertahap dan sedikit
demi sedikit. Manusia dapat mengkonstruksi atau membangun pengetahuan melalui
pengalaman nyata.
Salah satu teori atau pandangan yang
sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori
mental Piaget. Selanjutnya Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama
menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikirana anak melalui skema, asimilasi,
akomodasi, dan equilibration.
Skema, adalah
suatu struktur mental atau kognitif secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitar. skema akan berubah seiring dengan
perkembangan mental anak tersebut. Misalnya : seorang anak yang hanya
mengetahui binatang kuda lalu saat berjalan dengn ibu dan melihat sapi. Ibu
berkata “itu binatang apa nak?” anakpun menjawab “itu kuda bu”. Hal ini
menunjukkan bahwa anak tersebut hanya melihat kesamaan secara kesamaan (berkaki
empat) jika si anak tersebut mengetahui perbedaan, ia akan mampu mengembangkan
skemanya tentang sapi
Asimilasi,
adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Asimilasi juga diartikan sebagai
suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Jadi dalam asimilasi ini ada
proses pemrogaman baru karena adanya informasi baru buka perubahan skema tetapi
perkembangan skema.
Akomodasi
adalah menyusun kembali struktur karena adanya informasi baru sehingga
informasi tersebut mempunyai tempat. Dalam hal ini adanya informasi atau
pengalaman baru, tidak dapat mengasimilasi informasi yang baru dengan skema
yang telah dimiliki. Dalam keadaan sepeeti ini seorang tersebut akan mengadakan
akomodasi, yaitu:
-
Membuat skema baru yang cocok dengan
rangsangan yang baru
-
Memodifikasi skema sehingga cocok dengan
informasi baru tersebut.
Misalnya : ada
anak memiliki skema bahwa binatang berkaki dua atau empat saja. Tetapi setelah
berjalan di sawah ia menemukan binatang yang berkaki lebih dari empat (lipan)
maka dalam pikiran anak tersebut akan mengalami konflik. Dalam hal ini anak
tersebut harus mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru bahwa ada
binatang yang memiliki kaki lebih dari empat.
Equilibration, adalah
pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan
akomodasi. Equilibratin adalah proses dari disequilibrum ke equilibrium.
Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan skema
yang dimilikinya. Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang terpacu untuk
mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.
Zone of
proximal development
Piaget
dan Vygotsky, memiliki kesamaan dalam berpendapat bahwa belajar bukan hanya
pengaruh dari luar (pengajar) tetapi juga pengaruh dari dalam individu
tersebut. Piaget dengan Vygotsky memiliki pendapat yang berbeda 1) Piaget
memandang pentahapan kognitif anak berdasarkan umur yang kaku, semestara Vygotsky menyatakan bahwa dalam setiap tahapan itu terdapat
perbedaan kemampuan anak, 2) Piaget lebih menekankan pada perkembangan kognitif
anak sebagai manusia individu yang mandiri, sementara Vygotsky
mementingkan perkembangan kognitif
anak sebagai makhluk sosial, dan merupakan bagian integral dari
masyarakat, dan 3) Piaget menamai potensi
diri anak sebagai
skemata, sementara Vygotsky menyebutnya sebagai “ Zone of
Proximal Development”. Menurut konsep ZPD ini perkembangan psikolog bergantung
pada kekuatan social luar dan social dalam (kebatinan).
Discovering Learning
Menurut Bruner,
ada empat manfaat
yang dapat diperoleh
siswa dengan penerapan metode discovery learning ini, yaitu; 1) meningkatkan
potensi intelektual, 2) mengubah dari reward
ekstrinsik ke reward intrinsik, 3) mempelajari secara heuristik atau
pengerjaan strategi guna melakukan penemuan di masa yang akan datang,
dan 4) membantu dalam melakukan retensi
dan retrival (memperoleh kembali informasi). Discovery learning
merupakan metode pembelajaran dan sekaligus
sebagai tujuan pendidikan.
Sebagai metode, discovery
learning merupakan penyediaan
situasi bagi siswa tanpa mengungkapkan apa yang sudah diketahui guru tentang
situasi tersebut.
Ada
dua tipe discovery, yaitu; unstructured discovery dan guided discovery.
Unstructured discovery timbul dalam setting alami dimana siswa mengkonstruksi
pemahaman mereka sendiri, seperti
seorang ilmuwan yang melakukan penemuan unik dalam proyek penelitian, sedangkan guided discovery timbul manakala guru
memberikan gambaran tentang tujuan yang
hendak dicapai, menyusun informasi
sehingga pola-polanya dapat ditemukan, dan membimbing siswa ke arah tujuan.
Belajar Bermakna
Menurut
Ausubel, Novak, dan Hanesian (1978) belajar dapat dibagi menjadi dua dimensi
yaitu : (1) dimensi pertama, berhubungan dengan cara informasi disajikan pada
siswa, melalui penemuan. (2) dimensi kedua, menyangkut cara mengaitkan
informasi pada informasi yang telah ada. Yang dimaksud dengan belajar bermakna
yaitu informasi yang dikomunikasikan atau disampaikan pada siswa dalam bentuk
final atau siswa tersebut harus menemukan sendiri materi yang akan diajarkan. Lalu
siswa dapat menghubungkan informasi itu pada pengetahuan (fakta, konsep, dan
generalisasi) yang dimilikinya. Dikatakan belajar hafalan jika siswa hanya
menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pengetahuan yang telah ada
dalam struktur kognitifnya. Jadi, belajar bermakna adalah proses mengaitkan
informasi yang baru dengan konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur
kognitif seseorang.
Refleksi
Teori
konstruktivisme merupakan teori yang mengutamakan proses belajar daripada hasil
belajar. Teori ini mirip dengan teori kognitif yaitu sama-sama mengutamakan proses
belajar. Konstruktivisme berasal dari kata dasar konstruksi yang berarti
bangunan. Dalam hal ini siswa sudah memiliki bangunan atau skema pengetahuan
sehingga jika ada pengetahuan baru siswa akan beradaptasi dan membandingkan
atau menggabungkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru tersebut.
Komentar
Posting Komentar